Random Things
Hai.
Tiga huruf, satu kata untuk memulai cerita. Cerita berisi berbagai hal serampangan. Tentang apa saja. Segalanya yang sempat terlintas di pikiran.
Saya tahu dan mengakui bahwa akhir-akhir ini saya jarang sekali menulis. Entah itu melanjutkan draft novel, mengupdate blog, menulis cerita di Thumbstory, Wattpad, dan sebagainya. Saya terlalu asyik dengan social media lain, seperti Path, Instagram, Line, WhatsApp, Goodreads, atau sesekali meretaskan kurang dari 140 karakter ke dalam Twitter. Bahkan Facebook pun jarang dibuka, hanya sesekali melihat timeline. Menjadi pembaca bisu.
Kalau kau mencintai sesuatu, seharusnya kau berjuang untuk itu.
Bukankah begitu? Saya mencintai kegiatan menulis. I do love writing. Tetapi mengapa saya jarang melakukannya? Mengapa saya tidak sering menulis sesering saya membaca? Mengingat sudah 50 buku yang saya baca di tahun 2014 yang baru berjalan separuh ini.
Ketika jawaban "sibuk" menggema dalam kepala saya, mungkin benar, tapi bisa jadi salah. Sibuk itu hanya sebuah excuse.
Jika kau mencintai sesuatu, pasti kau akan menyempatkannya, sesibuk apapun itu.
Ya, saya tahu jawaban yang tepat untuk menggenapi pertanyaan itu adalah... Oke, saya harus mengakui ini...
... Malas.
Saya tahu, saya salah. Mudah terlena dan terdistraksi oleh hal lain. Mudah tergiur oleh ajakan teman-teman untuk hangout, menonton film, main game, atau hal lain. Kadang ketika semangat menulis saya menggebu-gebu, waktunya tidak tepat. Mungkin saat itu saya sedang dikejar oleh deadline tugas kuliah, atau harus belajar karena tengah ujian, demi menggapai IP sempurna. Atau malah sakit. Dan saya benci itu. Benci dengan tubuh saya yang lemah, mudah terserang penyakit panas.
Namun saat waktu libur tiba, dimulai lagi siklus malas itu. Bermain lagi, tidur, pura-pura melupakan draft tulisan yang kian usang karena lama tak disentuh. Semua ini bagai lingkaran setan.
Tapi kini saya sadar, tulisan tidak bisa selesai sendiri jika tidak ditulis. Novel baru tak akan terbit jika penulisnya malas menulis. Saya harus berjuang, tidak boleh berleha-leha lagi. Saya harus mulai menulis. Jangan tunggu waktu yang tepat, karena kita lah yang membuat waktu itu tepat.
Untuk itu, dalam post ini, saya ingin meminta maaf karena belum menyelesaikan draft novel kedua. Untuk yang sering bertanya, kapan novel kedua terbit, mohon bersabar. Untuk Pak Edi, CEO Diva Press yang memberiku ide dasar untuk naskah kedua ini, saya mohon maaf yang sebesar-besarnya atas deadline yang terlambat. Izinkan saya untuk melanjutkan naskah yang sudah 3/4 ditulis ini.
Oke, saya tahu post ini sudah terlalu panjang. Maka, saya akhiri sampai di sini.
Sampai bertemu kembali.
Jangan pernah berhenti mengukir mimpi, dan cintailah apa yang kau milikki, karena jika terlambat mungkin segalanya akan pergi.
With love,
Cindy Pricilla.
0 komentar